Peta proses bisnis merupakan keseluruhan rangkaian alur kerja yang saling berhubungan dalam rangka mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi. Berdasarkan PermenPANRB Nomor 19 Tahun 2018, peta proses bisnis diartikan sebagai diagram yang menggambarkan hubungan kerja yang efektif dan efisien antar unit organisasi untuk menghasilkan kinerja sesuai dengan tujuan organisasi agar menghasilkan keluaran yang bernilai tambah bagi pemangku kepentingan. Peta Bisnis Proses dapat menjadi gambaran informatif bagi masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang membutuhkan informasi tentang tata kelola instansi pemerintah. Oleh karena itu, dengan adanya pemetaan bisnis proses maka nilai tambah yang akan diperoleh suatu organisasi adalah terciptanya hubungan antar satu unit kerja yang transparan dan sistematis, serta setiap aktivitas/proses dalam suatu organisasi dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Tujuan utama dari peta proses bisnis bagi suatu organisasi/lembaga ataupun instansi pemerintah adalah untuk mendobrak ego sektoral baik antar instansi/lembaga maupun antar unit kerja dalam suatu organisasi, sehingga dapat lebih mengutamakan kepentingan bersama dan saling bekerjasama dalam mewujudkan tujuan organisasi. Adanya ego sektoral dapat berdampak terhadap alur kegiatan atau birokrasi yang berbelit-belit serta terjadi tumpang tindih wewenang atau fungsi baik antar organisasi maupun antar unit dalam satu organisasi. Oleh karena itu, pemetaan proses bisnis dapat menjadi langkah awal dalam memecahkan permasalahan tersebut. Penyusunan peta proses bisnis yang tepat tidak hanya mampu memotret kondisi organisasi, tetapi juga mampu mengevaluasi efisiensi dan efektivitas suatu proses sehingga dapat memetakan proses bisnis berikutnya dengan lebih baik jika ingin melakukan perubahan. Beberapa manfaat yang dapat dirasakan organisasi dengan adanya peta proses bisnis, diantaranya potensi masalah yang ada dalam pelaksanaan suatu proses dapat terlihat dan teridentifikasi dengan mudah sehingga solusi untuk penyempurnaan proses lebih terarah, terciptanya standar pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat mempermudah dalam mengendalikan dan mempertahankan kualitas pelaksanaan pekerjaan.
Tidak hanya menjadi sebuah dokumen atau buku panduan, proses bisnis memiliki beberapa penerapan dalam organisasi. Proses bisnis dapat diimplementasikan dan ditindaklanjuti untuk beberapa hal berikut ini:
- SOP (Standar Operasional Prosedur)
Proses bisnis dapat dijadikan acuan dalam penyusunan SOP. Seperti yang kita ketahui bahwa komponen dari Proses bisnis terdiri atas peta proses, sub proses dan peta lintas fungsi (peta level n) yang merupakan puncak dari proses bisnis yang menggambarkan hubungan kerja antar unit organisasi. Nah, alur proses dalam peta lintas fungsi itulah yang kemudian dijadikan acuan dalam menyusun SOP. Terdapat dua tips dalam menurunkan peta lintas fungsi menjadi SOP, yaitu:
1) Judul pada peta lintas dapat sama dengan judul SOP, namun alur proses pada SOP dapat digambarkan secara lebih detail untuk kemudian dilengkapi dengan syarat dan mutu bakunya yang meliputi kelengkapan, waktu, dan output
2) Dari judul peta lintas fungsi dapat diturunkan menjadi beberapa judul SOP jika terdapat alur yang perlu digambarkan secara terpisah dan memiliki syarat serta mutu baku yang berbeda.
Gambar 1. Contoh penurunan CFM menjadi SOP
2. E-Government
Proses bisnis dapat menjadi acuan dalam mengimplementasikan Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE). Alur Proses bisnis yang sudah kita jabarkan, selanjutnya dapat diintegrasikan dan dijalankan secara digital sehingga tahapan proses/aktivitas dapat dipantau secara real time. Transformasi digital ini dapat membantu menjalankan proses bisnis suatu organisasi untuk melaksanakan seluruh aktivitas dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya yang dapat terekam dengan baik dalam sistem elektronik.
Mengacu pada Peraturan menteri PAN dan RB nomor 26 tahun 2020 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang menjelaskan bahwa setiap Instansi Pemerintah perlu menerapkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang mengintegrasikan proses bisnis ke dalam suatu sistem digital sehingga menghasilkan keterpaduan secara nasional.
3. Evaluasi Organisasi dengan Matriks RACI
Proses bisnis adalah sebagai langkah awal dalam melakukan evaluasi organisasi. Evaluasi organisasi yang dilakukan dapat berupa restrukturisasi organisasi baik dari struktur organisasi maupun tupoksinya. Evaluasi terhadap struktur organisasi ini menjadi salah satu upaya untuk melakukan penyederhanaan organisasi menjadi lebih ramping, mengurangi tumpang tindih pekerjaan, dan menghilangkan birokrasi yang berbelit-belit, sehingga pekerjaan dapat dilakukan lebih efisien dan mencapai kinerja yang diharapkan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan penyederhanaan organisasi, yaitu dengan menggunakan matriks RACI.
RACI adalah singkatan dari Responsible, Accountable, Consult, Inform. Responsible adalah Pihak penanggung jawab dari suatu rangkaian proses. Biasanya unit kerja yang memiliki aktivitas terbanyak. Accountable adalah Pihak yang akhirnya bertanggung jawab dan memiliki otoritas untuk memutuskan suatu perkara. Consult adalah Pihak yang berperan dalam memberikan masukan dan berkontribusi akan kegiatan tersebut. Biasanya komunikasi dua arah. Inform adalah Pihak yang mendapat informasi untuk kemudian ditindaklanjuti ke proses berikutnya. Biasanya merupakan komunikasi satu arah.
Berkaitan dengan evaluasi organisasi, RACI Matriks dapat mengidentifikasi peran dari setiap pemangku kepentingan/unit organisasi yang terlibat dalam satu rangkaian aktivitas. Dengan demikian dapat terlihat apakah setiap unit kerja pada suatu organisasi memiliki tanggung jawab dan beban kerja yang merata atau justru terdapat ketidakseimbangan beban kerja antar unit kerja. Identifikasi dan analisis RACI dilakukan pada setiap peta lintas fungsi, sehingga analisis RACI tidak dapat dilakukan jika proses bisnis belum dibentuk. Adapun langkah-langkah dalam mengevaluasi organisasi dengan menggunakan RACI Matrix setelah peta lintas fungsi terbentuk, yaitu:
- Mengidentifikasi unsur RACI pada setiap pihak yang terlibat dalam satu rangkaian aktivitas (peta lintas fungsi/peta level n).
Gambar 2. Identifikasi RACI pada setiap peta lintas fungsi
2. Menghitung jumlah RACI pada setiap stakeholder di seluruh aktivitas (Peta Lintas Fungsi/peta level n), sehingga dapat diperoleh data berapa banyak unsur R,A,C,I yang dimiliki oleh masing-masing unit kerja.
Gambar 3. Rekapitulasi jumlah RACI pada setiap unit kerja
3. Menganalisis proporsi unsur R (Responsible) pada setiap stakeholder. R menunjukkan pihak yang menjadi pemilik dari aktivitas, sehingga hanya nilai R yang diperhitungkan untuk melakukan analisis lanjutan. Rata-rata nilai R dari seluruh stakeholder akan dianalisis apakah terdapat dalam rentang normal atau tidak. Jika diperoleh beberapa unit yang memiliki nilai melewati batas atas atau bawah, maka belum dapat dikatakan bahwa unit tersebut memiliki tanggung jawab yang sangat banyak atau sangat kecil.
Akan tetapi, perlu dilakukan penelaahan lanjutan terhadap data tersebut.
4. Melakukan analisis lanjutan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
- Melakukan identifikasi apakah ada proses yang dapat dianulir
- Jika proses tidak bisa dianulir maka dapat dilakukan alternatif untuk membuat Divisi baru
- Jika tidak memungkinkan untuk membentuk unit kerja baru, maka dapat mengalihkan sebagian proses ke unit kerja lain yang memiliki nilai R di bawah batas bawah dan masih memiliki fungsi yang relevan dengan proses yang dipindahkan.
https://ccg.co.id/blog/2022/11/29/manfaat-dan-penerapan-penyusunan-peta-proses-bisnis/